Pertemuan I
MEMBANTU
PASIEN BERGERAK
(MOBILISASI)
A.
Pengertian
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur,
mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian
(Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan
gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam
berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada
posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring
(Susan J. Garrison, 2004).
Mobilisasi secara garis besar
dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif dan mobilisasi secara aktif.
Mobilisasim secara pasif yaitu: mobilisasi dimana pasien dalam menggerakkan
tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total atau keseluruhan.
Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan secara
mandiri tanpa bantuan dari orang lain (Priharjo, 1997).
Mobilisasi secara tahap demi
tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara
psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai
merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien
atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat
mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi’
B. Tujuan Mobilisasi
Beberapa tujuan dari mobilisasi
menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain :
1.
Mempertahankan fungsi tubuh
2.
Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka
3. Membantu
pernafasan menjadi lebih baik
4.
Mempertahankan tonus otot
5.
Memperlancar eliminasi Alvi dan Urin
6.
Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau
dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.
7. Memberi
kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau berkomunikasi
C. Sistem
Tubuh dalam mobilisasi
1)
Sistem Skeletal
Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang :
panjang,pendek,pipih,dan ireguler (tidak bias beraturan).Tulang panjang
membentuk tinggi tubuh (misalnya: femur,fibula,dan tibia pada
kaki).Tulang pendek ada dalam bentuk berkelompok dan ketika dikombinasikan
dengan ligament dan kartilgo,akan menghasilkan gerakan pada ekstremitas.Dua
contoh tulang pendek adalah tulang karpal dikaki dan tulang patella di
lutut.Tulang pipih mendukung struktur bentuk seperti tulang di tengkorak dan
tulangrusuk ditoraks.Tulang ireguler mmembentuk kolumna vertebra dan beberapa
tulang tengkorak,seperti mandibula.Skelet tempat melekatnya otot dan
ligament.Ikatan ini menyebabkan gerakan dari bagian skelet,seperti membuka dan
menutup atau meluruskan lengan atau kaki.Skelet juga melindungi organ
vital.Misalnya,tengkorak melindungi otak dan rusuk melindungi jantung dan
paru.
SENDI
Sendi
adalah hubungan diantara tulang.Ada empat klasifikasi sendi :
1.
Sendi sinostostik mengacu pada ikatan tulang dengan tulang.
2.
Sendi kartilaginus , atau sendi sinkondrodial,memiliki sedikit
pergerakan,tetapi elastic dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya.
3.
Sendi fribosa adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disatukandengan
ligamen atau membrane.
4.
Sendi synovial adalah sendi yang dapat digerakkan bebas karena permukaan tulang
yang berdekatan dilapisi oleh kartilango artikular dan dihubungkan oleh ligamen
sejajar dengan membrane synovial.
LIGAMEN
Ligamen
adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna outih,mengilat,fleksibel mengikat
sendi menjadi satu dan menghubungkan tulang dengan kartilago.
TENDON
Tendon
adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih ,mengilat,yang menghubungkan otot
dengan tulang.
KARTILAGO
Kartilago
adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler,yang terletak terutama
di sendi dan toraks,trachea,laring,hidung, dan telingga.
2) Oto skelet
Gerakan
tulang dan sendi merupakan proses aktif yang harus terintegrasi secara
hati-hati untuk mencapai koordinasi.Otot skelet ,karena kemampuannya untuk
berkontraksi dan berrelaksasi merupakan elemen kerja dari pergerakkan .Elemen
kontraktil otot skelet dicapai oleh strutur anatomis dan ikatanya pada
skelet.Ada dua tipe kontraksi otot:isotonic dan isometric.Pada kontraksi
isotonic,peningkatan tekanan otot menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak a pemendekan atau pergerakan aktif dari otot
.Misalnya ,menganjurkan klien latihan kuadrisep.Gerakan volunteer adalah
kombinasi dari kontraksi isotonic dan isometric.Misalnya ,ketika perawat
mengangkat klien diatas tempat tidur ,berat klien menyebabkan peningkatan
tegangan otot dilengan perawat sampai tegangan tersebut sama (isometrik) dengan
beban diangkat dan beban lengan bawah.Ketika keseimbangan dicapai ,stimulasi
berlanjut ke otot memendek (isotonik) dan menekuk siku (gerakan aktif),kemudian
klien terangkat dari tempat tidur.meskipun kontraksi isometric tidak
menyebabkan otot memendek,tetapi pemakaian energy meningkat.
3) Sistem
saraf
Pergerakkan
dan postur tubuh diatur oleh system saraf.Area motorik volunteer utama,berada
di korteks serebral,yaitu digiris prasentral atau jaringan motorik.Umumnya
serabut motorik turun dari jalur motorik dan bersilangan pada tingkat
medulla.Sehingga serabut motorik dari jalur motorik kanan mengawali gerakan
volunteer untuk tubuh bagian kiri ,dan serabut motorik dari jalur motorik kiri
mengawali gerakan volunteer untuk tubuh bagian kanan.
PROPRIOSEPSI
Propriosepsi
adalah sensasi yang didapat melalui stimulasi dari dalam tubuh mengenai posisi
dan aktivitas otot tertentu.Propriosepsi di dalam tubuh dipantau oleh
proprioseptor,yang merupakan tempat ujung-ujung saraf di otot,tendon,dan sendi.
KESEIMBANGAN
Keseimbangan
adalah kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan postur tubuh tetap tegak
melawan gravitasi (duduk atau berdiri) untuk mengatur seluruh ketrampilan
aktivitas motorik.
Pertemuan II
A, Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
mobilisasi menurut Barbara Kozier (1995), antara lain :
1. Gaya Hidup
Gaya hidup
seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas
seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat.
2. Proses Penyakit dan injury
Adanya
penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya,
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulutan untuk mobilisasi secara
bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi, karena adanya rasa
sakit/nyeri yang menjadi alasan mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban.
Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu.
3. Kebudayaan
Kebudayaan
dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; pasien
setelah operasi dilarang bergerak karena kepercayaan kalau banyak bergerak
nanti luka atau jahitan tidak jadi.
4. Tingkat energi
Seseorang
melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi atau tenaga. Orang yang sedang
sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang dalam keadaan sehat.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak
akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja.
B. Macam Mobilisasi
Macam-macam mobilisasi antara lain :
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi
penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik mampu mengontrol seluruh area
tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak keuntungan bagi kesehatan, baik
fisiologis maupun psikologis bagi pasien untuk memenuhi kebutuhan dan kesehatan
secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan peran dalam kehidupan sehari
hari.
2. Mobilisasi sebagian
Pasien yang
mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai gangguan syaraf sensorik maupun
motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian dapat dibedakan menjadi:
1) Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma
reversibel pada sistim muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang
2) Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh
rusaknya sistim syaraf yang reversibel.
C. Kontra Indikasi Mobilisasi
pada kasus tertentu istirahat di
tempat tidur diperlukan dalam periode tidak terlalu lama seperti pada pada
kasus infark Miokard akut, Disritmia jantung, atau syok sepsis, kontraindikasi
lai dapat di temukan pada kelemahan umum dengan tingkat energi yang kurang.
D. Masalah-masalah Imobilisasi
a. Masalah Fisiologis
Pada Imobilisasi
Apabila
ada perubahan mobilisasi,maka setiap system tubuh berisiko terjadi
gangguan.Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur
klien,kondisi,dan kesehatan.Secara keseluruhan serta tingkat imobilisasi
yang dialami.Misalnya,perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit
kronik lebih cepat dibandingkan dengan klien yang ebih muda.
·
Perubahan Metabolik
Sistem
endokkrin , merupakan produksi hormone –sekresi kelenjar,membantu
mempertahankan dan mengantur funsi vital seprti: 1.(respon terhadap stress dan
cidera),2.(pertumbuhan dan perkembangan ),3.(reproduksi),4.(homeostatis
ion),5.(metabolisime energi).Cidera atau sters terjadi,system endokrin memicu
serangkain respon yang bertujuan mempertahankan tekanan darah dan memelihara
hidup.Sistem endokrin penting dalam mempertahankan homeostatis ion.
·
Perubahan Sistem Resopiratori
Klien
pasca operasi dan imobilisasi berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi
paru-paru.Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah antelektasis dan
pneumonia hipostatik.Pada atelektasis,bronkeolus menjadi tertutup oleh adanya
sekresi dan kolab alveolus distal karena udara yang diabsosbsi,sehingga
menghasilkan hipoventilasi.Bronkus utama atau beberapa bronkeolus kecil dapat
terkena.Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup.Pneumonia
hipostatik adalah peradangan paru-paru pada skibat statisnya
sekresi.Atelekstatis dan pneumonia hipostatik , kedunya sma-sama menurunkan
oksigenasi ,memperlama penyembuhan ,dan menambah kenyamanan klien.
·
Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Sistem
kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi.Ada tiga perubahan utama yaitu
: hipotensi ortostatik,peningkatan beban kerja jantung,dan pembentukan
thrombus.
·
Hipotensi Ortostatik
Adalah
penurunan tekanan darah sitolik 25 mmhg dan diastolic 10 mmhg ketika klien
bagun dari posisi berbaring atau duduk keposisi berdiri.
·
Perubahan Muskuloskeletal
Pengaruh
imobilisasi pada system musculoskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen
keterbatasan imobilisasi mempengaruhi otot klien melalui daya tahan. Penurunan
masa otot,atrofi dan penurunan stabilitas.Pengaruh lain dari keterbatasan
mobilisasi yng mempengaruhi system skeletal adalah gangguan metabolism kalsium
dan gangguan mobilisasi sendi.
·
Pengaruh Otot
Akibat
pemecahan protein.Klien mengalami kehilangan masa tubuh ,yang membentuk
sebagian otot oleh karena itu,penurunan masa otot tidak mampu
mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan.
·
Pengaruh Skelet
Imobilisasi
menyebabkan dua perubahan terhadap skelet:gangguan metabolism kalsium dan
kelainan sendi.Karena imobilisasi berakibat pada resorbsi tulang,sehingga
jaringan tulang menjadi kurang padat dan terjadi osteoporosis.
·
Kontraktur sendi
Adalah
kondisi abnormal dan biasa ditandai oleh sendi fleksi dan terfiksasi.Hal ini
disebabkan tidak digunakanya ,atrofi dan pemendekan serat otot.Jika terjadi
kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rrentan gerak dengan
penuh.Sayangnya kontraktur sering menjadikan send pada posisi yang tidak
berfungsi.
·
Perubahan Sistem integument
Dekubitus
terjadi akibat iskemia dn anaksia jaringan.Jarinagan yang tertekan ,darah
membelok,dan konstriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada
kulit dan sturktur dibawah kulit,sihingga respirasi selular terganggu,dan sel
menjadi mati.Dekibitus adalah salah satu penyakit iatrogenic paling umum
dala perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap populasi klien khusus
lansia dan imobilisasi.
·
Perubahan Eliminasi Urine
Eliminasi
urine klien berubah adanya imobilisasi.Pada posisi tegak lurus,urine mengalir
keluar dari pelvis ginjal lalu masuk kedalam ureter dan kandung kemih akibat
gravitasi.
·
Batu Ginjal
Adalah
batu kalsium yang terletak didalam pelvis ginjal dan melewati ureter.Klien
imobilisasi berisiko terjadi pembentukan batu karena gangguan metabolisme
kalsium dan akibat hiperkalsemia.
b. Masalah
Psikologi Dari Imobilisasi
Imobilisasi
menyebabkan respon emosional,intelektual,sensori,dan sosikultural.Perubahan
status emosional biasa terjadi bertahap.Bagaimanpun juga lansia lebih
rentan terhadap perubahan-perubahan tersebut.Sehingga perawat harus
mengobservasi lebih dini.Perubahan emosional paling umum adalah
depresi,perubahan perilaku,perubahan siklus tidur bangun,dan gangguan
koping.Perkembangan pertumbuhan terjadi pada:
1.
Bayi
Tulang
belakang bayi baru lahir berkurangnya garis antero-posterior yang ada pada
orang dewasa .Garis tulang belkang pertama kali muncul ketika bayi memanjangkan
leher pada posisi prone.Sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan
stabilitas,tulang belakang torakal menjadi tegak,dan garis tulang belakang
lumbal muncul,sehingga memungkinkan duduk dan berdiri.
2.
Todler
Postur
toddler agak bepunggung lentur dengan perut menonjol.
3.
Anak usia pra sekolah atau sekolah
Pada usia
3 tahun tubuh lebih ramping,lebih tinggi dan lebih baik keseimbangan.Perut yang
menonjol lebih berkurang.
4.
Remaja
Tahap
remaja biasa ditandai dengan pertumbuhan yang pesat pertumbuhan kadng tidak
seimbang.
5.
Dewasa
Orang
dewasa yang mempunyai postur dan kesejajaran tubuh yang benar merasa
senang,terlihat bagus.Dan umumnya percaya diri.
6.
Lansia
Lansia
kehilangan total massa tulang progresif terjadi pada lansia.Beberapa
kemungkina untuk penyebab kehilangan ini meliputi aktivitas fisik ,perubahan
hormonal ,dan resorbsi tulang actual.Pengaruh kehilangan tulang adalah tulang
menjadi lebih lemah : tulang belakang lebih lunak dan tertekan ,tulang panjang
kurang resisten untuk membungkuk.
Pertemuan III
LATIHAN MOBILISASI
Mobilisasi dapat di
bagi menjadi 2 yaitu
1. Mobilisasi
aktif : mobilisasi aktif adalah gerak aktifitas yang dapat dilakukan sendiri
oleh klien tanpa bantuan orang lain.
2. Mobilisasi
pasif : mobilisasi pasif adalah gerak aktifitas yang tidak dapat dilakukan
sendiri oleh klien/pasien sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk dapat
mencegah dampak imobilisasi seminimal
mungkin.
A.
PENGANTAR MEKANIKA TUBUH
Mekanika
tubuh adalah suatu usaha mengkoordinasikan sistem muskuloskeletel dan system saraf
dalam mempertahankan keseimbangan , postur ,dan kesejajaran tubuh selama
mengangkat , membungkuk , brgrrak , dan melakukan aktivitas
sehari-hari.Pengunaan mekanika tubuh yang tepat dapat mengurangi resiko cedera
system muskuloskeletel.
Ø
Kesejajaran Tubuh
Kesejajaran
tubuh dan postur merupakan istilah yang sama , dan mengacu pada posisi
sendi,tendon,ligament,dan otot selama berdiri,duduk dan berbaring.Kesejajaran
tubuh yang benar mengurangi ketegangan pada struktur
musculoskeletal,mempertahankan tonus otot secara adekuat,dan menunjang
keseimbangan.
Ø
Keseimbagan Tubuh
Kesejajaran
tubuh menunjang keseimbangan tubuh.Tanpa keseimbangan ini,pusat gravitasi akan
berubah ,menyebabkan peningkatan gaya gravitasi,sehingga menyebabkan risiko
jatuh dan cidera.Keseimbangan tubuh dapat ditingkatkan dengan postur dan
merendahkan pusat gravitasi,yang dapat dicapai dengan posisi jongkok.
Ø
Koordinasi Gerakan Tubuh
Friksi
adalah gaya yang muncul dengan arah gerakan yang berlawanan dengan gerakan
benda.Jika perawat bergerak,berpindah,atau menggerakkan klien di atas tempat
tidur maka akan terjadi friksi,Perawat dapat mengurangi friksi dengan mengikuti
beberapa prinsip dasar .Semakin besar area permukaan suatu objek yang bergerak
,semakin besar friksi.Friksi dapat juga dikurangi dengan mengangkat bukan
mendorong klien.Mengangkat merupakan komponen gerakan ke atas dan mengurangi
tekanan antara klien dan tempat tidur atau kursi.Pemakaian kain sprai
yang dapat ditarik mampu mengurangi friksi karena klien lebih mudah bergerak
diatas permukaan tempat tidur.
B.
PRINSIP MEKANIKA TUBUH
Mekanika
tubuh penting bagi perwat dan klien.Hal ini mempengaruhi tingkat kesehatan
mereka. Mekanika tubuh yang benar diperlukan untuk mendukung kesehatan dan
mencegah kecacatan.
Perawat
menggunakan berbagai kelompok otot untuk setiap aktivitas keperawatan,seperti
berjalan selama ronde keperawatan,memberikan obat,mengangkat dan memindahkan
klien,dan menggerakkan objek.Gaya fisik dari berat dan friksi dapat
mempengaruhi pergerakkan tubuh.Jika digunakan dengan benar,kekuatan ini dapat
meningkatkan efisiensi perawat.Penggunaan yang tidak benar dapat menggangu
kemampuan perawat untuk mengangkat,memindahkan,dan mengubah posisi
klien.Perawat juga menggabungkan pengetahuan tentang pengaruh fisiologis dan
patologis pada mobilisasi dan kesejajaran tubuh.
C. PENGARUH PATOLOGIS PADA
KESEJAJARAN TUBUH DAN MOBILISASI
Banyak
kondisi patologis yang mempemgaruhi kesejajaran tubuh dan mobiliasi.Ada
empat pengaruh patologis pada kesejajaran tubuh dan mobilisasi yaitu kelainan
postur,gangguan perkembangan otot ,kerusakan system saraf pusat, dan trauma
langsung pada system musculoskeletal.
·
Kelainan Postur
Kelainan
postur yang didapat atau congenital mempengaruhi efisiensi system
musculoskeletal,seperti kesejajaran tubuh,keseimbangan ,dan penampilan.Selama
pengkajian fisik , perawat mengobservasi kesejajaran tubuh dan rentang
gerak.Kelainan postur menggangu kesejajaran tubuh dan mobilisasi keduanya
·
Gangguan Perkembangan Otot
Distrofi
muscular adalah sekumpulan gangguan yang menyebabkan oleh degenerasi serat otot
skelet.Prevalensi penyakit otot terbanyak pada anak ,karakteristik disterifi
muscular adalah progresif,kelemahan simetris dari kelompok otot skelet,dengan
peningkatakan ketidakmampuan dan deformitas.
·
Kerusakan Sistem Saraf Pusat
Kerusakan
komponen system saraf pusat yang mengatur pergerakkan volunteer mengakibatkan
gangguan kesejajaran tubuh dan mobilisasi.Jalur motorik pada serebrum dapat
dirusak oleh trauma karena cidera kepala,iskemia karena cidera
serebrovaskuler(stroke),atau infeksi bakteri karena meningitis.Gangguan motorik
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan pada jalur motorik.Misalnya
,sesorang yang mengalami hemoragik serebral kanan disertai nekrosis total,mengakibatkan
kerusakan jalur motorik kanan dan hemiplegia pada tubuh bagian kiri.
·
Trauma Langsung Pada Sistem Muskuloskeletal
Trauma
langsung pada system musculoskeletal menyebabkan memar,kontusio,salah urat dan
fraktur.Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jarinagan tulang.Fraktur terjadi
karena deformitas tulang (misalnya: fraktopatologis karena
osteoporosis,penyakit plaget dan ostoe genesis imperfekta)
Pertemuan ke IV
Macam-Macam Ambulasi (mobilisasi
pasif)
PEMBERIAN
POSISI DAN PEMINDAHAN
Untuk mempertahankan kesejajaran ( alignment ) tubuh
yang tepat, perawat harus dengan tepat mengangkat klien, menggunakan tehnik
pemeberian posisi yang tepat, dan memindahkan klien dengan aman. Klien dengan
gngguan saraf, skelet, atau fungsi system muscular serta peningkatan kelemahan
dan keletihan sering memerlukan bantuan dari perawat untuk pemberian posisi dan
pemindahan. Penggunaan mekanika tubuh yang tepat dan teknik pemindahan
melindungi perawat atau pemberi asuhan dari cedera pada system musculoskeletal.
Perawat berisiko terhadap cedera pad otot lumbal ketika mengangkat. Angka
cedera pada lingkungan kerja telah meningkat beberapa tahun terakhir, dan lebih
dari setengahnya adalah cedera punggung akibat teknik mengangkat dan membungkuk
yang tidak tepat ( OSHA, 2000).
Cedera pada area lumbal mempengaruhi kemampuan untuk
membungkuk ke depan dan kebelakang, serta memiringkan tubuh. Selain itu,
kemampuan untuk merotasi panggul dan punggung bawah menurun. Karena lebih
banyak klien dipulangkan ke rumah untuk asuhan berkelanjutan, perlu bagi
perawat mengajarkan anggota keluarga klien bagaimana mengangkat dan memindahkan
klien dengan aman. Beberapa lembaga mengadopsi kebijakan “ jangan mengangkat “,
yang berarti alat mekanis akan selau digunakan bila mengangkat klien. Yakinkan
untuk memahami kebijakan lembaga sebelum bekerja dengan klien. Tujuan dari
semua keterampilan dalam bab ini adalah mengajarkan baik perawat dan anggota
keluarga bagaimana mengangkat dan memindahkan dengan aman dan tepat pada klien
yang mengalami hambatan mobilitas.
Pedoman
Pendelegasian
|
Keterampilan
dalam bab ini dapat didelegasikan kepada personel asisten. Sebelum
mendelegasikan keterampilan ini, perawat pertama harus :
·
Menetapkan bahwa status
fisiologis klien tidak memerlukan pembatasan mobilitas.
·
Menetapkan bahwa personel asisten
kompeten dalam teknik pemberian posisi dan pemindahan.
·
Bila klien memiliki keterbatasan
mobilitas, tetapkan bahwa personel asisten mengetahui tentang keterbatasan
ini serta teknik pemindahan dan pemberian posisi yag tepat.
·
Bacakan kebijakan lembaga sebelum
membuat keputusan untuk mendelegasikan keterampilan dan prosedur dalam bagan
ini.
Keterampilan
dalam bab ini tidak boleh secara rutin
didelegasikan kepada personel asisten bila :
·
Klien mengalami cedera pada
system saraf pusat
·
Klien mengalami cedera pada atau
penyakit yang mempengaruhi system skelet
·
Klien mengalami gangguan kognitif
berat dan mungkin tidak mampu membantu dalam pemindahan
|
EMPAT
DASAR MENGANGKAT
Sebelum mengangkat objek, perawat harus memutuskan
bahwa objek tersebut dapat diangkat oleh satu orang secara aman. Jika perawat
merasa bahwa objek tersebut terlalu besar atau terlalu berat, perlu meminta
bantuan orang lain. Selain itu, perawat harus mengkaji motivasi klien dan
kemampuannya dalam membantu untuk pemindahkan atau perubahan posisi.
1. Posisi Berat : berat yang akan diangkat harus sedekat mungkin
dengan pengangkat. Posisi ini menepatkan objek yang kan diangkat dalam level
yang sama dengan pengangkat.
2. Ketinggian Objek : objek
yang paling tinggi untuk diangkat secara vertical adalah ketinggian 15-20 cm
dibawah ukuran pinggang orang yang mengangkat objek.
3. Posisi Badan :
pengangkat harus berposisi bokongnya lurus sehingga kelompok otot multiple
bekerja bersama-sama.
4. Berat Maksimal :
objek terlalu berat jika lebih besar dari 25-30% dari berat tubuh pengangkat.
Langkah
:
1. Berdiri
dekat objek yang akan dipindahkan sehingga pusat pengangkat gaya gravitasinya
lebih dekat dengan objek.
2. Perbesar
dasar penyokong dengan menepatkan kaki secara terpisah. Cara ini mempertahankan
keseimbangan tubuh dengan lebih baik dan mengurangi risiko jatuh.
3. Turunkan
pusat gravitasi Anda terhadap objek yang akan diangkat. Cara ini meningkatkan
keseimbangan tubuh dan memungkinkan kelompok otot untuk bekerja bersama-sama secara
sinkron.
4. Pertahankan
kesejajaran yang baik dari kepala dan leher dengan tulang belakang, jaga agar
bokong tetap lurus, untuk mengurangi risikp cedera vertebra lumbal dan kelompok
otot ( Owens, Welden, dan Kane, 1999).
POSISI
KARDIOPULMONAL ATAU POSISI SEMI- TELENTANG/ FOWLER DENGAN SOKONGAN
Pemberian posisi klien secara baik
adalah penting untuk mempertahankan kesejajaran tubuh yang benar. Klien yang
mengalami gangguan mobilitas berisiko mengalami kontraktur, abnormalis postur,
dan borok karena tekanan. Posisi Fowler tersokong meningkatkan curah jantung
danventilasi serta mempermudah eliminasi fekal dan berkemih. Dalam posisi ini
tempat tidur klien ditinggikan 45-60 derajat, dan lutut klien agak diangkat
sehingga tidak ada hambatan sirkulasi pada ekstremitas bawah.
Langkah
:
1. Ikuti
protocol standar ( lihat lampiran )
2. Posisi
klien telentang dengan kepalanya dekat dengan bagian kepala dari tempat tidur.
3. Elevasikan
bagian kepala tempat tidur 45-60 derajat.
4. Letakkan
kepala klien di atas kasur atau di atas bantal yang sangat kecil.
5. Gunakan
bantal untuk meyokong lengan dan tangan klien jika klien tidak dapat mengontrol
secara sadar atau menggunakan lengan dan tangannya.
6. Posisikan
bantal pada punggung bawah klien.
7. Letakkan
bantal kecil atau gulungan kain di bawah paha klien jika ekstremitas bawah
mengalami lumpuh atau jika klien tidak dapat mengontrol ekstremitas bawah,
gunakan gulungan trokanter selain bantal di bawah pahanya.
8. Letakkan
bantal kecil atau gulungan handuk di bawah mata kaki.
9. Letakkan
papan penyangga kaki di dasar kaki klien
10. Lengkapi
akhir protocol keterampilan ( lihat lampiran ).
PEMBERIAN
POSISI BEDAH ATAU POSISI TELENTANG DENGAN SOKONGAN
Posisi telentang yang dikenal juga sebagai posisi
dorsal recumbent, diperlukan setelah pembedahan spinal dan setelah pemberian
anestesi spinal. Pada posisi ini, hubungan antara bagian-bagian tibuh pada
dasarnya sama dengan kesejajaran tubuh yang benar, kecuali tubuh dalam posisi
horizontal.
Langkah :
1. Ikuti
protocol standar ( lihat lampiran )
2. Tempatkan
klien telentang di tengah tempat tidur dan letakkan gulungan handuk kecil di
bawah spina lumbar klien. Catatan : cara
ini hanya dilakukan untuk menyokong spina lumbal dan tidak dilakukan jika
dikontraindikasikan.
3. Letakkan
bantal dibawah bahu atas, leher, dan kepala.
4. Jika
perlu, letakkan gulungan trokanter atau kantong pasir sejajar dengan permukaan
lateral paha.
5. Letakkan
bantal atau gulungan handuk kecil di bawah lutut sampai mengangkat tumit.
6. Letakkan
papan kaki atau penahan kaki di dasar kaki klien.
7. Letakkan
bantal dibawah lengan yang telungkup, mempertahankan lengan atas sejajar dengan
tubuh.
8. Letakkan
gulungan atau handuk pada tangan klien atau gunakan bidai tangan jika tersedia.
9. Lengkapi
akhir protocol keterampilan ( lihat lampiran ).
POSISI TELUNGKUP DENGAN SOKONGAN
Penggunaan
utama posisi telentang terapeutik adalah memberikan pilihan bagi klien yang
mengalami penurunan mobilitas. Ini bukan posisi yang dapat ditoleransi dengan
baik dan jarang digunakan.
Langkah :
1. Ikuti
protocol standar ( lihat lampiran )
2. Tempatkan
klien pada posisi telentang di tengah tempat tidur.
3. Gulingkan
klien kea rah posisi tangan dekat pada tubuh dengan siku tegak dan tangan di
bawah panggul. Posisi klien dengan abdomen di tengah pusat tempat tidur datar.
4. Palingkan
kepala klien miring dan sokong dengan bantal kecil. Bila banyak drainase dari
mulut, bantal mungkin dikontraindikasikan.
5. Tempatkan
bantal kecil di bawah abdomen klien di bawah tinggi diafragma.
6. Posisikan
kaki pada sudut tungkai kanan, dengan menggunakan bantal untuk meninggikan ibu
jari.
7. Posisikan
lengan dan tangan di sepanjang samping tubuh klien atau di kepala.
8. Lengkapi
akhir protocol keterampilan ( lihat lampiran ).
9.
POSISI MIRING ( LATERAL) DENGAN
SOKONGAN
Posisi
miring menghilangkan tekanan dari tonjolan tulang pada punggung klien dan
mendistribusikan bagian utama berat badan klien pada panggul dan bahu di bawah.
Pada posisi ini, batang tubuh klien harus sama dengan postur berdiri.
Langkah:
1.
Ikuti
protokol standar
2.
Tempatkan
klien pada posisi terlentang di tengah tempat tidur
3.
Gulingkan
klien menjadi miring
4.
Tempatkan
bantal di bawah kepala dan leher klien
5.
Bawa
bilah bahu kedepa
6.
Posisikan
kedua lengan pada posisi fleksi: lengan atas didukung dengan bantal pada bahu. CATATAN: penurunan rotasi internal dan
abduksi bahu, mencegah dislokasi. Posisi ini juga menurunkan edema dependen
pada tangan atas. Dengan mendukung kedua lengan pada posisi agak fleksi
melindungi sendi dan memperbaiki ventilasi karena dada dapat mudah berekspansi.
7.
Tempatkan
gulungan bantal sejajar pada punggun klien.
8.
Tempatkan
satu atau dua bantal di bawah kaki atas klien, bantal harus mendukung kaki dan
lipat paha ke kaki
9.
Tempatkan
penyokong seperti kantung pasir atau penyangga foot droop, pada kaki klien.
10.
Lengkapi
akhir protocol
POSISI SIMS DENGAN SOKONGAN ( SEMI-
TELUNGKUP )
Posisi
Sims seringkali digunakan untuk klien tidak sadar untuk meningkatkan drainase
lendir dari mulut. Selain itu, tindakan ini memberikan pilihan untuk klien yang
immobilisasi atau tirah baring. Pada posisi ini, berat badan klien ditempatkan
pada illium anterior dan humerus dan klavikula.
Langkah :
1. Ikuti
protocol standar
2. Tempatkan
klien pada posisi telentang di tengah tempat tidur datar.
3. Beri
pasien posisi lateral dengan sebagian berbaring pada abdomen.
4. Tempatkan
bantal kecil di bawah kepala.
5. Tempatka
bantal di bawah lengan fleksi klien. Bantal harus lebih dari tangan sampai
siku. Catatan : mencegah rotasi
internal bahu.
6. Tempatkan
bantal di bawah tungkai yang fleksi, dengan menyokong tungkai setinggi panggul.
Catatan : Mencegah rotasi internal
panggul dan aduksi kaki.
7. Tempatkan
bantal pasir atau penyokong foot-drop melawan
kaki klien.
8. Lengkapi
akhir protocol.
MEMBANTU
KLIEN BANGUN DARI TEMPAT TIDUR
Perawat sering kali
menghadapi klien semi- tak berdaya, tidak berdaya, atau immobilisasi karena
posisi harus diubah atau yang harus dibangunkan dari tempat tidur.
Langkah
:
1. Ikuti
protocol standar
2. Singkirkan
bantal klien dan pindahkan klien ke posisi telentang.
3. Tempatkan
tempat tidur pada posisi datar dengan roda terkunci.
4. Posisi
menghadap kepala tempat tidur. ( bila dua perawat membantu klien, mereka
berdiri pada sisi tempat tidur yang berlawanan).
5. Regangkan
kaki Anda dengan kaki paling dekat kepala tempat tidur dibelakang kaki yang
lain ( berdiri kuda-kuda).
6. Bila
mungkin, minta klien untuk memfleksikan lututnya, menarik kakinya sedekat
mungkin ke bokong.
7. Instruksikan
klien untuk memfleksikan leher, menekuk dagu ke depan dada.
8. Instruksikan
klien untuk membantu dalam bergerak dengan menggunakan pagar tempat tidur atau trapeze, bila ada atau dengan bergeser
pada permukaan tempat tidur.
9. Bila
klien mempunyai keterbatasan pada ekstermitas atas atau immobilisasi. Tempatkan
tangannyamenyilang diatas dadanya.
10. Fleksikan
lutut dan panggul Anda, tempatkan lengan bawah Anda lebih dekat ketinggi tempat
tidur.
11. Tempatkan
tangan Anda ( yang lebih dekat ke kepala tempat tidur ) di bawah bahu klien dan
tangan yang lain di bawah paha klien.
KEWASPADAAN
PERAWAT
Hindari
menyeret klien di tempat tidur. Tindakan ini menyebabkan gesekan yang
menyebabkan kerusakan pada kapiler jaringan dibawahnya dan menurunkan aliran
darah ke bagian tersebut. Gesekan juga menyebabkan abrasi pada kulit
mengakibatkan thrombosis perifer, yang selanjutnya menurunkan aliran darah pada
area tersebut.
12. Metode
lain adalah menggunakan “ seprai penarik “ untuk menghindari penarikan pada
klien. Tempatkan klien diatas seprai dan lanjutkan dengan langkah 13.
13. Instruksikan
klien untuk mendorong dengan tumit dan mengangkat batag tubuh kearah atas saat
menghela napas, kemudian bergerak kearah kepala tempat tidur pada hitungan ke-3.
14. Pada
hitungan ke-3, angkat dan pindahkan berat badan Anda dari arah punggung kaki ke
depan kaki. Pada waktu yang bersamaan, klien mendorong dengan tumitnya dan
mengangkat tubuhnya.
15. Kaji
ulang kesejajaran tubuh klien. Bila buruk, reposisi klien.
16. Lengkapi
akhir protocol.
MEMBANTU
KLIEN DUDUK
Klien yang immobilisasi sebagian atau
klien lemah akan memerlukan bantuan keperawatan untuk duduk ditempat tidur.
Teknik pemberian posisi yang benar akan mengurangi risiko cedera
musculoskeletal pada semua orang yang terlibat.
Langkah:
1. Ikuti protokol standar
2. Tempatkan klien pada posisi
terlentang
3. Pindahkan semua bantal
4. Tinggikan bagian kepala tempat tidur
5. Regangkan kedua kaki Anda dengan kaki paling dekat kekepala tempat
tidur dibelakang kaki yang lain
6. Tempatkan tangan yang lebih jauh
dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya dan vertebra servikal.
7. Tempatkan tangan Anda yang lain pada
permukaan tempat tidur
8. Angkat klien ke posisi duduk dengan
memindahkan berat badan anda dari depan kaki ke belakang kaki.
9. Dorong melawan tempat tidur dengan tangan
dipermukaan tempat tidur
10. Lengkapi akhir protocol
MEMBANTU
KLIEN DUDUK DI TEPI TEMPAT TIDUR
Klien
immobilisasi sebagian atau klien lemah akan memerlukan bantuan keperawatan
untuk mengambil posisi duduk di tepi tempat tidur. Perawat dapat membantu klien
duduk pada saat yang sama : (1) mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat
untuk dirinya sendiri dan klien serta (2) mengurangi risiko sering kali ini adalah
aktivitas pertama yang diprogramkan untuk klien setelah tirah baring.
Langkah:
1. Ikuti
protokol standar
2. Tempatkan
klien pada posisi miring, menghadap Anda di sisi tempat tidur tempat ia akan
dudu
3. Pasang
pagar tempat tidur pada posisi yang berlawanan
4. Tinggikan
kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi klien
5. Berdiri
pada sisi panggul klien yang berlawanan
6. Balikkan
secara diagnonal sehingga Anda
berhadapan dengan klien dan menjauh dari sudut tempat tidur
7. Regangkan
kaki Anda dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di depan kaki yang
lain
8. Tempatkan
lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu klien, sokong
kepala dan lehernya
9. Tempatkan
tangan anda yang lain di atas paha klien
10. Pindahkan
tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur
11. Tempatkan
poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas klien memutar ke
bawah.
12. Pada
saat bersamaan, pindahkan berat badan anda ke belakang tungkai dan angkat klien
13. Tetap
di depan klien sampai ia mencapai keseimbangan
14. Turunkan
tinggi tempat tidur sampai kaki klien menyentuh lantai.
15. Lengkapi
akhir protocol
KEWASPADAAN
PERAWAT:
Klien yang telah berbaring dalam waktu yang lama beresiko hipotensi postural. Perawat harus mangkaji tanda vitalnya sebelum menempatkan klien pada posisi duduk. Selama prosedur, perawat harus mengkaji tanda pusing, kelemahan, “kunang-kunang” atau pucat. Bila terdapat gejala ini hentikan prosedur. Bila klien stabil dan posisi duduk di tepi tempat tidur, perawat harus mengkaji ulang tanda vitalnya.
Klien yang telah berbaring dalam waktu yang lama beresiko hipotensi postural. Perawat harus mangkaji tanda vitalnya sebelum menempatkan klien pada posisi duduk. Selama prosedur, perawat harus mengkaji tanda pusing, kelemahan, “kunang-kunang” atau pucat. Bila terdapat gejala ini hentikan prosedur. Bila klien stabil dan posisi duduk di tepi tempat tidur, perawat harus mengkaji ulang tanda vitalnya.
MEMINDAHKAN KLIEN DARI TEMPAT TIDUR KE KURSI
Dengan
memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi memampukan perawat untuk mengubah
sekitar klien serta posisinya. Bila klien mampu menoleransi pindah ke kursi
roda, perawat dapat memindahkannya ke ruangan yang lain dan menambah peluang
untuk bersosialisasi. Untuk klien yang telah tirah baring, ini adalah satu
aktivitas pertama yang dilakukan.
Langkah:
1. Ikuti protokol standar
2. Bantu klien ke posisi duduk di tepi
tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45 derajat terhadap tempat tidur.
Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kurisi ini dalam posisi terkunci
3. Pasang sabuk pemindahan pila perlu,
sesuai kebijakan lembaga
4. Yakinkan bahwa klien menggunakan
sepatu yang satabil dan anti slip
5. Regangkan kedua kaki anda
6. Fleksikan panggul dan lutut anda,
sejajarkan lutut anda dengan klien
7. Pegang sabuk pemindahan dari bawah
atau gapai melalui aksila klien dan tempatkan tangan pada skapula klien
8. Angkat klien sampai berdiri pada
hitungan 3 sambil meluruskan panggul anda dan kaki, pertahankan lutut agak
fleksi
9. Pertahankan stabilitas kaki yang
lemah atau sejajarkan dengan lutut anda
10. Berporos pada kaki yang lebih jauh
dari kursi, pindahkan klien secara langsung ke depan kursi
11. Instruksikan klien untuk menggunakan
penyangga tangan pada kursi untuk menyokong
12. Fleksikan panggul anda dan lutut
saat menurunkan klien ke kursi
13. Kaji klien untuk kesejajarn yang
tepat
14. Stabilkan tungkai dengan slimut
mandi
15. Ucapkan terimakasih atas upaya klien
dan puji klien untuk kemajuan dan penampilannya
16. Lengkapi akhir protokol
Pertemuan Ke IX
Mobilisasi Pasca Anastesi
Refleks perlindungan jalan nafas masih tertekan, walaupun
pasien tampak sudah bangun, dan efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi
pernafasan (1).
Nyeri pada luka khususnya toraks dari abdomen bagian atas, akan menghambat pasien untuk mengambil nafas dalam atau batuk. Ini dapat menyebabkan berkembangnya infeksi di dada atau kolaps dasar paru dengan hipoksia lebih lanjut. Pasien yang masih belum sadar betul sebaiknya dibaringkan dalam posisi miring, tetapi pasien dengan insisi abdomen, bila sudah benar-benar sadar, biasanya pernafasannya lebih enak dalam keadaan duduk atau bersandar. Oksigen harus diberikan secara rutin pada pasien yang sakit dan pasien yang menjalani operasi yang lama. Cara yang paling ekonomis untuk memberikan oksigen selama masa pemulihan adalah melalui kateter nasofaring lunak 0,5-1 L/menit. Jika dibutuhkan analgetik kuat, misalnya opium, berikan dosis pertama secara intravena, sehinggaanda dapat menghitung dosis yang diperlukan untuk melawan rasa sakit dan juga bisa mengobservasi bila terjadi depresi pernafasan. Bila dibutuhkan, dosis intravena tersebut kemudian dapat diberikan secara Intramuskular (1).
Nyeri pada luka khususnya toraks dari abdomen bagian atas, akan menghambat pasien untuk mengambil nafas dalam atau batuk. Ini dapat menyebabkan berkembangnya infeksi di dada atau kolaps dasar paru dengan hipoksia lebih lanjut. Pasien yang masih belum sadar betul sebaiknya dibaringkan dalam posisi miring, tetapi pasien dengan insisi abdomen, bila sudah benar-benar sadar, biasanya pernafasannya lebih enak dalam keadaan duduk atau bersandar. Oksigen harus diberikan secara rutin pada pasien yang sakit dan pasien yang menjalani operasi yang lama. Cara yang paling ekonomis untuk memberikan oksigen selama masa pemulihan adalah melalui kateter nasofaring lunak 0,5-1 L/menit. Jika dibutuhkan analgetik kuat, misalnya opium, berikan dosis pertama secara intravena, sehinggaanda dapat menghitung dosis yang diperlukan untuk melawan rasa sakit dan juga bisa mengobservasi bila terjadi depresi pernafasan. Bila dibutuhkan, dosis intravena tersebut kemudian dapat diberikan secara Intramuskular (1).
I. PASCA ANESTESI PASCA BEDAH
Yang harus diperhatikan pada pasien pasca anestesi dan pasca bedah, yaitu :
A. Pernafasan (2)
Gangguan sistem pernafasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia, sehingga harus diketahui sedini mungkin danharus segera diatasi. Penyebab yang paling sering dijumpai sebagai penyulit pernafasan adalah sisa obat anestetik (penderita tidak sadar kembali) dan sisa obat pelemas otot yang belum dimetabolisme dengan sempurna. Di samping itu lidah yang jatuh ke belakang menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat akan menyebabkan apnea. Penyebab lain gangguan pernafasan adalah regurgitasi sehingga isi lambung masuk ke faring, kemudian karena aspirasi masuk ke jalan nafas dan menyebabkan obstruksi serta kerusakan jaringan bronkoalveolar. Benda asing mudah sekali masuk ke jalan nafas dan paru-paru karena selama tidak sadar, refleks batuk untuk melindungi jalan nafas tidak lagi memadai, bahkan hilang. Diagnosis obstruksi jalan nafas ditegakkan dengan melihat gerak nafas, mendengarkan suara nafas dan meraba udara nafas ekspirasi. Walaupun ada gerak nafas, tetapi jika tidak terdengar suara nafas waktu penolong mendekatkan telinganya ke depan mulut dan hidung penderita atau tidak teraba udara nafas dengan telapak tangan penolong, maka penderita sebenarnya “tidak bernafas” karena sumbatan jalan nafas total. Jika terdengar suaranafas tetapi disertai suara tambahan, berarti ada obstruksi parsial. Tanda obstruksi parsial yang lebih berat adalah cekungan sela iga waktu inspirasi, pergerakan dari otot pernafasan tambahan dan perubahan daripola nafas menjadi tersengal-sengal, perut tampak bergerak ke atas tetapi dada bergerak turun pada waktu yang sama. Selain tindakan untuk membebaskan jalan nafas, juga perlu penambahan oksigen, melakukan nafas buatan serta tambahan obat anti dot pelemas otot sampai penderita dapatbernafas sendiri.
B. Sirkulasi (2)
Diagnosis penyulit sirkulasi juga hrus dilakukan secara dini. Penyulit yang sering dijumpai adalah hipotensi, syok dan aritmia. Penurunan tekanan darah sering disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdaharan yang tidak cukup diganti, kehilangan ciran yang tersembunyi seperti merembesnya darah dari luka pembedahan atau arteri yang lepas jahitannya. Sebab lain adalah sisa obat anestetik yang masih tertinggal di dlam sirkulasi, terutama jika tahapan anestetik masih dalam pada akhir pembedahan. Perubahan posisi dapat mengakibatkan hipotensi umpamanya jika penderita dengan mendadak diubah posisinya menjadi kepala lebih tinggi atau penderita dipindahkan dari meja operasi ke tempat tidur. Jika sirkulasi penderita masih stabil, refleks kompensasi vasokonstriksi belum bekerja sempurna. Karena itu darah berkumpul di daerah tungkai sehingga aliran balik darah vena serta curah jantung dan tekanan darah menurun. Selama masa pasca anestesi sampaipenderita sadar kembali, tekanan drah, nadi, irama jantung dan perfusi jaringan harus dipantau dengan teliti.
C. Regurgitasi (2)
Muntah dan regurgitasi disebabkan oleh hipoksia selama anestesi, anestesi terlalu dalam, rangsang anestetik, misalnya eter, langsung pada pusat muntah di otak, dn tekanan lambung yang tinggi karena lambung penuh atau karena tekanan dalam rongga perut yang tinggi, misalnya karena ileus. Pencegahan muntah ini penting karena dpat menyebabkan aspirasi. Muntah dapat dihindari dengan cara merendahkan serta memiringkan kepala, sehingga cairan mengalir keluar dari sudut mulut karena dibantu oleh gaya gravitasi. Lebih baik jika tubuh juga dapat dimiringkan menjadi sikap aman, kemudian rongga mulut dan hidung dibersihkan dengan menghisap muntahan.
D. Gangguan Faal Lain (2)
Gangguan kesadaran dapat dibagi menjdi dua kelompok yaitu pemanjangan masa pemulihankesadaran dan penurunan kesadaran yang disertai kenaikan teknan intrakranial. Penilaian kesadaran dapat menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Pemanjangan masa pemulihan kesadaran dapat disebabkan oleh kerja anestetik atau obat premedikasi yang memanjang karena tekanan berlebih baik secara absolut atau relatif. Takaran berlebih relatif karena penderita syok, hipermia, metabolisme hati menurun, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan anestetik lambat dikeluarkan dari dalam darah. Anestetik yang larut dalam lemak dan digunakan pada orang gemuk untuk pembedahan yang berlangsung lama, menyebabkan pemulihan kesadaran juga sangat lama karena eter yang diberikan sebagian besar masuk ke dalam jaringan lemak yang banyak ini. Kadar eter dalam darah seharusnya segera turun jika pemberian dihentikan, ternyata masih tetap tinggi karena pelepasan eter dari jaringan lemak. Gangguan metabolisme yang berpengaruh pada metabolisme otak seperti pada hipotermia, syok, gangguan faal hati, gangguan faal ginjal dan hiponatriemia.
E. Penanggulangan Nyeri (2)
Nyeri pasca bedah sangat bersifat individual, tindakan yang sama pada pasien yang kurang lebih sama keadaan umumnya tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca bedah yang sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat nyeri dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Tempat pembedahan, yang ternyeri adalah pembedhan torakotomi.
2. Jenis kelamin, perempuan lebih cepat merasakan nyeri.
3. Umur, ambang rangsang orang tua lebih tinggi.
4. Kepribadian, pasien neurotik lebih merasakan nyeri bila dibandingkan dengan pasien dengan kepribadian normal.
5. Pengalaman pembedahan sebelumnya, bila pembedahan di tempat yang sama rasa nyeri tidak sehebat nyeri pembedahan sebelumnya.
6. Suku, ras, warna kulit.
7. Motivasi pasien, pembedahan paliatif tumor ganas lebih nyeri dari pembedahan tumorjinak walaupun luasyang diangkat sama besar.
III. KESIMPULAN
Perawatan pasca bedah sangat penting untuk dilakukan oleh seorang ahli anestesi karena pada jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya bagi pasien. Pada jam pertama reflek perlindungan jalan nafas masih tertekan, walaupun pasien tampak sudah bangun danefek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi pernafasan. Ini dapat menyebabkan kematian karena hipoksia.
Selain itu pasien pasca anestesi dan pasca bedah hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Pernafasan.
2. Sirkulasi.
3. Regurgitasi.
4. Gangguan faal lain.
5. Penanggulangan nyeri.
6. Terapi cairan.
Semua yang tercantum perlu diperhatikan karena untuk melihat perlu atau tidaknya terapi selanjutnya.
Yang harus diperhatikan pada pasien pasca anestesi dan pasca bedah, yaitu :
A. Pernafasan (2)
Gangguan sistem pernafasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia, sehingga harus diketahui sedini mungkin danharus segera diatasi. Penyebab yang paling sering dijumpai sebagai penyulit pernafasan adalah sisa obat anestetik (penderita tidak sadar kembali) dan sisa obat pelemas otot yang belum dimetabolisme dengan sempurna. Di samping itu lidah yang jatuh ke belakang menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat akan menyebabkan apnea. Penyebab lain gangguan pernafasan adalah regurgitasi sehingga isi lambung masuk ke faring, kemudian karena aspirasi masuk ke jalan nafas dan menyebabkan obstruksi serta kerusakan jaringan bronkoalveolar. Benda asing mudah sekali masuk ke jalan nafas dan paru-paru karena selama tidak sadar, refleks batuk untuk melindungi jalan nafas tidak lagi memadai, bahkan hilang. Diagnosis obstruksi jalan nafas ditegakkan dengan melihat gerak nafas, mendengarkan suara nafas dan meraba udara nafas ekspirasi. Walaupun ada gerak nafas, tetapi jika tidak terdengar suara nafas waktu penolong mendekatkan telinganya ke depan mulut dan hidung penderita atau tidak teraba udara nafas dengan telapak tangan penolong, maka penderita sebenarnya “tidak bernafas” karena sumbatan jalan nafas total. Jika terdengar suaranafas tetapi disertai suara tambahan, berarti ada obstruksi parsial. Tanda obstruksi parsial yang lebih berat adalah cekungan sela iga waktu inspirasi, pergerakan dari otot pernafasan tambahan dan perubahan daripola nafas menjadi tersengal-sengal, perut tampak bergerak ke atas tetapi dada bergerak turun pada waktu yang sama. Selain tindakan untuk membebaskan jalan nafas, juga perlu penambahan oksigen, melakukan nafas buatan serta tambahan obat anti dot pelemas otot sampai penderita dapatbernafas sendiri.
B. Sirkulasi (2)
Diagnosis penyulit sirkulasi juga hrus dilakukan secara dini. Penyulit yang sering dijumpai adalah hipotensi, syok dan aritmia. Penurunan tekanan darah sering disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdaharan yang tidak cukup diganti, kehilangan ciran yang tersembunyi seperti merembesnya darah dari luka pembedahan atau arteri yang lepas jahitannya. Sebab lain adalah sisa obat anestetik yang masih tertinggal di dlam sirkulasi, terutama jika tahapan anestetik masih dalam pada akhir pembedahan. Perubahan posisi dapat mengakibatkan hipotensi umpamanya jika penderita dengan mendadak diubah posisinya menjadi kepala lebih tinggi atau penderita dipindahkan dari meja operasi ke tempat tidur. Jika sirkulasi penderita masih stabil, refleks kompensasi vasokonstriksi belum bekerja sempurna. Karena itu darah berkumpul di daerah tungkai sehingga aliran balik darah vena serta curah jantung dan tekanan darah menurun. Selama masa pasca anestesi sampaipenderita sadar kembali, tekanan drah, nadi, irama jantung dan perfusi jaringan harus dipantau dengan teliti.
C. Regurgitasi (2)
Muntah dan regurgitasi disebabkan oleh hipoksia selama anestesi, anestesi terlalu dalam, rangsang anestetik, misalnya eter, langsung pada pusat muntah di otak, dn tekanan lambung yang tinggi karena lambung penuh atau karena tekanan dalam rongga perut yang tinggi, misalnya karena ileus. Pencegahan muntah ini penting karena dpat menyebabkan aspirasi. Muntah dapat dihindari dengan cara merendahkan serta memiringkan kepala, sehingga cairan mengalir keluar dari sudut mulut karena dibantu oleh gaya gravitasi. Lebih baik jika tubuh juga dapat dimiringkan menjadi sikap aman, kemudian rongga mulut dan hidung dibersihkan dengan menghisap muntahan.
D. Gangguan Faal Lain (2)
Gangguan kesadaran dapat dibagi menjdi dua kelompok yaitu pemanjangan masa pemulihankesadaran dan penurunan kesadaran yang disertai kenaikan teknan intrakranial. Penilaian kesadaran dapat menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Pemanjangan masa pemulihan kesadaran dapat disebabkan oleh kerja anestetik atau obat premedikasi yang memanjang karena tekanan berlebih baik secara absolut atau relatif. Takaran berlebih relatif karena penderita syok, hipermia, metabolisme hati menurun, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan anestetik lambat dikeluarkan dari dalam darah. Anestetik yang larut dalam lemak dan digunakan pada orang gemuk untuk pembedahan yang berlangsung lama, menyebabkan pemulihan kesadaran juga sangat lama karena eter yang diberikan sebagian besar masuk ke dalam jaringan lemak yang banyak ini. Kadar eter dalam darah seharusnya segera turun jika pemberian dihentikan, ternyata masih tetap tinggi karena pelepasan eter dari jaringan lemak. Gangguan metabolisme yang berpengaruh pada metabolisme otak seperti pada hipotermia, syok, gangguan faal hati, gangguan faal ginjal dan hiponatriemia.
E. Penanggulangan Nyeri (2)
Nyeri pasca bedah sangat bersifat individual, tindakan yang sama pada pasien yang kurang lebih sama keadaan umumnya tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca bedah yang sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat nyeri dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Tempat pembedahan, yang ternyeri adalah pembedhan torakotomi.
2. Jenis kelamin, perempuan lebih cepat merasakan nyeri.
3. Umur, ambang rangsang orang tua lebih tinggi.
4. Kepribadian, pasien neurotik lebih merasakan nyeri bila dibandingkan dengan pasien dengan kepribadian normal.
5. Pengalaman pembedahan sebelumnya, bila pembedahan di tempat yang sama rasa nyeri tidak sehebat nyeri pembedahan sebelumnya.
6. Suku, ras, warna kulit.
7. Motivasi pasien, pembedahan paliatif tumor ganas lebih nyeri dari pembedahan tumorjinak walaupun luasyang diangkat sama besar.
III. KESIMPULAN
Perawatan pasca bedah sangat penting untuk dilakukan oleh seorang ahli anestesi karena pada jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya bagi pasien. Pada jam pertama reflek perlindungan jalan nafas masih tertekan, walaupun pasien tampak sudah bangun danefek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi pernafasan. Ini dapat menyebabkan kematian karena hipoksia.
Selain itu pasien pasca anestesi dan pasca bedah hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Pernafasan.
2. Sirkulasi.
3. Regurgitasi.
4. Gangguan faal lain.
5. Penanggulangan nyeri.
6. Terapi cairan.
Semua yang tercantum perlu diperhatikan karena untuk melihat perlu atau tidaknya terapi selanjutnya.
Tahapan Mobilisasi Dini Pasca
Operasi
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan
secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi dini pasca operasi
:
1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama paska operasi harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki
2) Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli
3) Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
4) Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan
1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama paska operasi harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki
2) Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli
3) Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
4) Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan
Pertemuan ke XI
BEDRESS/TIRAH BARING
Tirah
baring merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi untuk berada ditempat
tidur untuk tujuan terapeutik.Tirah baring mempunyai pengertian yang
berbeda-beda diantara perawat,dokter,dan tim kesehatan lainnya.Klien dalam
kondisi bervariasi dimasukkan dalam kategori tirah baring.Lamanya tirah baring
tergantung penyakit atau cidera dan status kesehatan klien sebelumnya.
·
Tujuan Tirah Baring
a.
Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh
b.
Mengurangi nyeri ,meliputi nyeri pasca operasi ,dan kebutuhan analgesic dengan
dosis besar
c.
Memungkinkan klien sakit atau lemah untuk istirahat dan mengembalikan kekuatan
d.
Memberi kesempatan kepada klien yang lebih untuk beristirahat tanpa terganggu
Pasien yang
harus bedress
pada kasus tertentu istirahat di tempat tidur diperlukan dalam periode
tidak terlalu lama seperti pada pada kasus infark Miokard akut, Disritmia
jantung, atau syok sepsis, kontraindikasi lai dapat di temukan pada kelemahan
umum dengan tingkat energi yang kurang.
DEKUBITUS
Dekubitus adalah area setempat jaringan nekrosis
yang terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dan
permukaan eksternal dalam waktu lama (AHCPR, 1994). Dekubitus menyebabkan
resiko serius pada status kesehatan klien. Robekan pada kulit, ditunjukkan
dengan derajat I sampai IV (Gbr.4-1), menghilangkan lapisan pertama mekanisme
pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dekubitus memperlama morbiditas dan
mempengaruhi rehabilitas klien.
Pedoman
Pendelegasian
|
Keterampilan pada Bab ini memerlukan
kemampuan pemecahan masalah dan penerapan pengetahuan yang unik pada perawat
professional dan tidak boleh didelegasikan.
|
Pengkajian
dan Pencegahan Risiko
Luka
tekan atau ulkus dekubitus adalah luka yang terjadi pada kulit sebagai akibat
tekanan yang lama dan tidak hilang. Bila tekanan tidak dihilangkan dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang tak dapat normal kembali ( ireversibel )
dalam waktu 90 menit. Luka ini sering terjadi pada tonjolan tulang ketika klien
dalam posisi berbaring atau duduk ( Gbr. 4-2 dan 4-3 ). Namun, luka ini dapat
terjadi dimana saja pada kulit yang mengalami tekanan. Tempat tanpa tonjolan
tulang yang dapat terjadi dekubitus meliputi cuping hidung karena slang
nasogastrik (NG) atau kanul oksigen, telinga dari kanul oksigen, atau labia
dari tegangan kateter Foley. Tekanan mengakibatkan iskemia. Iskemia terjadi
bila tekanan pada kulit lebih besar daripada tekanan di dalam pembuluh darah
kecil yang mengirimkan oksigen ke kulit. Secara normal, kulit berespons
terhadap iskemia ini dengan terjadinya kemerahan pada area ( hyperemia regional
) yang terjadi bila tekanan menghilang. Hyperemia regional harus diatasi dalam
beberapa menit setelah tekanan hilang. Namun, resolusi ini tidak terjadi pada
kasus dekubitus.
Dekubitus menyebabkan
ancaman yang serius pada kesehatan klien. Robekannya kulit menimbulkan
hilangnya lapisan pertahanan pertama melawan infeksi. Luka yang terjadi pada
jaringan subkutan mengakibatkan hilangnya cairan yang kaya protein dan
elektrolit dari luka. Asuhan keperawatan yang optimal untuk pengobatan
dekubitus meliputi deteksi dini risiko klien dan mengimplementasikan strategi
pencegahan. Tiga populasi yang berisiko, yaitu : (1) klien gangguan neurologis
yang sensasinya menurun, (2) klien sakit kronik, dan (3) klien dalam perawatan
jangka panjang. Klien ini memerlukan pengkajian terus menerus pada kulit dan
tempat berpontensi tertekan, kebersihan diri, sering mengubah posisi, dan
tindakan lain untuk mencegah pembentukan dekubitus.
Pendelegasian
·
Pengkajian risiko dan pencegahan tidak
dapat didelegasikan pada personel asisten.
Peralatan
·
Alat pengkajian risiko ( Tabel 4-1, hlm.
95-97 )
·
Alat untuk mengukur area kerusakan kulit
·
Catatan dokumentasi, bagan tubuh, atau
film pelacak
·
Losion
·
Alat pereda tekanan, tempat tidur, dan/
atau kursi empuk.
·
Alat bantu penetapan posisi
·
Sarung tangan sekali pakai
Langkah
|
Rasional
|
1. Ikuti
Protokol Standar ( lihat lampiran )
|
|
2. Identifikasi
risiko klien untuk pembentukan ulkus dekubitus
|
Menentukan kebutuhan pemberian perawatan
pencegahan selain menggunakan bahan topical untuk luka yang telah ada.
|
KEWASPADAAN
PERAWAT
Klien
yang telah mengalami prosedur pembedahan lama ( misalnya 3 jam ) atau
prosedur pengujian harus dipertimbangkan berisiko.
|
|
a. Kelumpuhan
atau imobilisasi yang disebabkan oleh alat restriktif
|
Klien tidak mampu mengubah atau membalikkan posisi
diri secara mandiri.
|
b. Penurunan
Sensori
|
Klien merasa tak ada ketidaknyamanan dari tekanan.
|
c. Gangguan
Sirkulasi
|
Gangguan menurunkan perfusi lapisan jaringan
kulit.
|
d. Demam
|
Menyebabkan peningkatan kebutuhan metabolic
jaringan. Adanya diaphoresis membuat kulit lembab.
|
e. Anemia
|
Penurunan hemoglobin menurunkan kapasitas oksigen
yang dibawa darah dan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan
|
f. Malnutrisi
|
Nutrisi tidak adekuat dapat menimbulkan penurunan
berat badan, atrofi otot, dan penurunan massa jaringan. Kurangnya jaringan
yang bekerja sebagai bantalan antara kulit dan tulang dibawahnya. Orang
dewasa normal memerlukan protein 0,8 sampai 1 g/kg/hari. Klien yang stabil
selama penyakit akut memerlukan 1,5 g/kg/hari, sedangkan klien stress (
contoh : yang berada di unit keperawatan kritis ) memerlukan 2 sampai 3
g/kg/hari.
|
g. Inkontinensia
|
Kulit menjadi terpajan pada lingkungan yang lembab
dan mengandung bakteri. Kelembaban menyebabkan maserasi kulit.
|
h. Sedasi
dalam dan anesthesia
|
Klien tidak secara mental waspada, tidak dapat
membalik atau mengubah posisi secara mandiri. Sedasi dapat juga mengubah
persepsi sensori.
|
i.
Lansia
|
Kulit kurang elastic dan lebih kering massa
jaringan kurang.
|
j.
Dehidrasi
|
Mengakibatkan penurunan elastisitas dan turgor.
|
k. Edema
|
Jaringan edema kurang toleran terhadap tekanan,
friksi, dan kekuatan gesek.
|
l.
Adanya dekubitus
|
Membatasi permukaan yang ada terhadap perubahan
posisi. Menempatkan jaringan yang ada pada peningkatan risiko.
|
m. Riwayat
dekubitus
|
Kekuatan tegangan kulit dari dekubitus yang
sebelumnya sembuh kira-kira 80%, karena area ini tidak dapat menoleransi
tekanan sebesar kulit yang luka.
|
3. Pilih
Alat pengkajian risiko
|
Suatu alat yang valid harus digunakan untuk
mengevaluasi risiko klien terhadap terjadinya dekubitus ( AHCPR, 1994)
|
a. Identifikasi
factor risiko tambahan yang ditemukan pada alat pengkajian risiko
|
Untuk mencegah dekubitus, individu berisiko harus
diidentifikasi sehingga factor resiko dapat dikurangi melalui intervensi
(AHCPR, 1994 )
|
b. Dapatkan
“nilai risiko” dan evaluasi maknanya berdasarkan karakteristik klien.
|
Nilai risiko akan bergantung pada alat yang
digunakan dan usia klien atau pigmentasi kulit, alat ini memprediksi
kebutuhan klien terhadap perawatan pencegahan.
|
4. Kaji
kondisi kulit klien di atas bagian tekanan ( lihat. Gbr 4-2 dan 4-3). Factor untuk mengkaji terjadinya dekubitus
adalah :
|
Berat badan yang menimpa tonjolan tulang membuat
kulit di bawahnya berisiko rusak. Dan dekubitus yang sebelumnya ada, akan
semakin rusak.
|
a. Perubahan
warna kulit ( kemerahan pada kulit yang tampak tipis, area keunguan atau
kebiruan pada kulit berpigmentasi gelap) dan suhu berubah ( hangat atau dingin
) ( Bannett, 1995 ), ( Henderson dan rekam, 1997 ). Kotak 4-1 memberi
pertimbangan budaya dalam mengkaji klien dengan kulit berpigmen gelap.
|
Dapat mengindikasikan bahwa jaringan mengalami
tekanan, hyperemia adalah respon normal terhadap hipoksemia pada jaringan.
|
b. Pucat
|
Pemucatan adalah normal, respons yang mungkin
terjadi pada klien dengan berpigmen tipis. Pemucatan tidak terjadi pada kulit
yang rusak karena dekubitus.
|
c. Indurasi
atau mengeras, penonjolan
|
Indurasi adalah edema local dibawah permukaan kulit
dan umumnya terjadi pada hyperemia abnormal.
|
d. Pusat
dan mottling
|
Menunjukkan hipoksia menetap pada jaringan yang
tertekan.
|
e. Tidak
ada lapisan kulit superfisial
|
Menunjukan pembentukan dekubitus awal.
|
f. Suhu
kulit
|
Palpasi perbadaan suhu di antara area pada
dekubitus derajat I dan area kulit sekitarnya dapat menjadi indicator awal
iskemia.
|
g. Spastisitas
|
Spastisitas dapat mengakibatkan terjadinya
dekubitus pada lokasi tertentu seperti di antara bokong.
|
KOTAK
4-1 Pertimbangan Budaya untuk Pengkajian Dekubitus Kulit : Klien dengan Kulit
Berpigmen Gelap dan Utuh
|
|
Kaji
Perubahan Warna Kulit Lokal
Apakah berikut ini tampak :
·
Perubahan warna kulit
·
Kulit lebih gelap dari kulit
sekitar, keunguan, kebiruan, pola seperti telur
·
Tegang
·
Mengilap
·
Indurasi
Kaji
edema ( Bengkak Nonpitting)
Kaji
Pentingnya Pencahayaan untuk pengkajian kulit
·
Gunakan lampu natural atau
halogen
·
Hindari lampu fluoresen, yang
dapat memberi kulit tampilan kebiruan
Kaji
Suhu Kulit
·
Awalnya mungkin terasa lebih
hangat dari kulit sekitar.
·
Selanjutnya mungkin terasa lebih
dingin dari kulit sekitar
·
Gunakan punggung tangan Anda dan
jari dan, bila kondisi klien memungkinkan, jangan gunakan sarung tangan dalam
melakukan pengkajian ini.
Berdasarkan
Bennett MA : Report of the task force on the implication for darkly pigmented
intact skin the prediction and
prevention of pressure ulcers, Anvan Wound Care 8(6):34, 1995.
|
|
5. Kaji
klien terhadap area lain berpotensial tertekan.
|
Klien risiko tinggi memiliki banyak tempat selain
tonjolan tulang untuk mengalami nekrosis.
|
a. Lidah
dan bibir : jalan napas oral, slang endotrakea (ET).
b. Cuping
hidung, slang NG, kanula oksigen.
c. Telinga,
kanula oksigen, bantal.
d. Tempat
IV ( khususnya tempat akses jangka panjang ).
e. Slang
drainase
f. Drainase
luka
g. Kateter
uretra menetap ( Foley )
h. Alat
ortopedik dan pemberi posisi
|
Penggunaan slang ET, slang NG, dan alat-alat
oksigen meningkatkan risiko tekanan dan friksi terhadap struktur anatomic
sekitarnya.
Tekanan pada kateter pada tempat keluar.
Tekanan terhadap jaringan pada tempat keluar.
Drainase luka adalah penyebab pada jaringan kulit
dan di bawahnya, yang kemudian meningkatkan resiko terhadap kerusakan kulit.
Untuk klien wanita, kateter dapat memberi tekanan
pada labia khususnya ketika labia mengalami edema. Untuk klien pria, tekanan
dari kateter yang tidak terbenam tepat dapat menimbulkan tekanan pada ujung
penis dan uretra.
Ketidaktepatan pemasangan atau peletakkan alat
menimbulkan potensi menyebabkan tekanan pada kulit sekitar dan jaringan di
bawahnya.
|
KEWASPADAAN
PERAWAT
Inspeksi kulit sekitar dan di bawah alat
ortopedik, seperti kolar servikaal, brace, atau gips.
|
|
6. Observasi
klien terhadap posisi yang diinginkan di tempat tidur atau kursi.
|
Berat badan akan ditempatkan pada tonjolan tulang
tertentu. Adanya kontratur dapat mengakibatkan tekanan terjadi pada tempat
yang tak diharapkan. Semua ini paling baik dikaji melalui observasi.
|
KEWASPADAAN
PERAWAT
Perawat harus memberikan perhatian khusus pada
bagian tubuh yang mendapat jumlah tekanan paling besar pada posisi tertentu :
duduk : tuberositi iskium, dan sakrum ; telentang : punggu tengkorak, siku,
sacrum, tuberositi iskium, dan tumit ; telungkup: siku, lutut, dan jari kaki;
miring: lutu dan trokhanter mayor.
|
|
7. Observasi
kemampuan klien untuk melakukan dan bantu dalam pengubahan posisi.
|
Potensial terjadi friksi dan tekanan geser
meningkat saat klien benar-benar tergantung pada perawat untuk mengubah
posisi.
|
8. Tetapkan
risiko klien untuk terjadinya dekubitus (lihat table 4-1, hlm. 95-97)
|
Nilai risiko membantu interval pengubahan posisi
klien secara individual, dan tindakan lain yang dibuat untuk mencegah
pembentukan dekubitus.
|
9.
Bantu klien mengubah posisi untuk
mencegah dekubitus.
a. Tutup
pintu ruangan atau tirai tempat tidur.
b. Cuci
tangan dan kenakan sarung tangan.
c. Bantu
klien untuk mengubah posisis:
·
Telentang, telungkup,miring,
Fowler tinggi.
(Gbr. 4-4, A sampai
D)
·
Untuk klien risiko tinggi, posisi
miring setinggi 30 derajat dianjurkan (Gbr. 4-5).
|
Memperhatikan privasi klien.
Mencegah penularan infeksi.
Menurunkan tekanan pada tonjolan tulang. Dilakukan
dengan satu bantal di bawah bahu dan satu di bawah kaki secara sejajar.
Melindungi sakrum dan trokhanter.
|
10. Observasi
area yang telah mengalami tekanan untuk adanya kemerahan; kemerahan dini
perlu dicurigai.
|
Indikasi dini tekanan menunjukkan perlunya lebih
sering mengubah posisi. Kemerhan yang lambat dapat menunjukkan kulit tertekan
berespons hiperemik buruk yang menempatkan klien pada risiko tinggi.
|
11. Palpasi
adanya area perubahan warna atau mottling
(2 sampai 3 detik)
|
Pengisian kapiler yang cepat adalah respons yand
diharapka; pucat atau benar-benar tak ada pengisian kapiler adalah respons
normal. Kulit harus dipalpasi terhadap tekstur dengan perlahan.
|
12. Pantau
lamanya suatu area tetap memerah.
|
Normalnya, hyperemia selesai dalam beberapa menit
setelah rekanan hilang. Peningkatan durasi kemerahan menunjukkan kerusakan
pada jaringan di bawahnya.
|
13. Tentukan
interval kembalinya.
|
Interval kembali kurang dari 11/2
sampai 2 jam mungkin tidak realistis; karenanya penggunaan alat penghilang
tekanan dianjurkan.
|
14. Lepaskan
sarung tangan dan cuci tangan.
|
Mencegah penyebaran mikroorganisme.
|
15. Catat
nilai risiko klien dan penampilan
jaringan di bawah tekanan.
|
Observasi dasar disertai dengan inspeksi lanjut
menghasilkan keberhasilan program pencegahan.
|
16. Catat
posisi yang digunakan, interval pembalikan, dan tindakan pencegahan lain yang
digunakan.
|
Mendokumentasikan periode perawatan.
|
17.
Selesaikan akhir protocol
keterampilan (lihat lampiran).
|
|
Respons
Klien yang Membutuhkan Tindakan Segera
Respons
|
Tindakan
|
Kulit menjadi mottled,
merah, keunguan, atau biru.
|
Laporkan segera
Implementasikan prosedur perawatan kulit.
Konsul ahli terapi fisik, ahli diet, atau perawat
spesialis klinis.
Evaluasi ulang perubahan posisi.
Klien mungkin perlu alat pereda tekanan.
|
Pertimbangan
Penyuluhan
·
Instruksinkan klien agar sering mengubah
posisi untuk meredakan tekanan; anjurkan menggunakan interval program
televise/iklan lain atau menonton dengan interval alarm tiap jam untuk
menandakan kapan mengubah posisi.
·
Bantu klien dan keluarga memahami
factor-faktor yang terlibat dalam mencegah dekubitus.
Pertimbangan
Pediatrik
·
Ada risiko kerusakan kulit bila terjadi
gangguan nutrisi dan elektrolit, demam, gangguan sirkulasi, dan inkontinensia.
Juga, klien pediatrik dengan imobilisasi ortopedik berisiko mengalami dekubitus
pada gips atau tempat traksi.
Pertimbangan
Geriatrik
·
Lansia yang dirawat di rumah mereka oleh
anggota keluarga atau pasangannya mungkin tidak memiliki pemahaman atau
dukungan yang diperlukan untuk mencegah kerusakan kulit.
·
Selain risiko yang diuraikan pada
langkah 2 (hlm. 85-86), anggota keluarga perlu memahami bahwa konsistensi harus
dilaksanakan untuk pengkajian dekubitus dan pencegahannya. Hubungan
epidermal-dermal pada lansia menjadi lebih erat, yang menempatkannya pada
risiko mengalami pengelupan epidermal sebagai akibat gesekan (Loescher, 1995).
Pertimbangan
Perawatan di Rumah dan Perawatan Jangka Panjang
·
Gunakan posisi telungkup dan miring 30
derajat, yang bermanfaat pada malam hari untuk memperpanjang waktu di antara
perubahan posisi yang menimbulkan lebih sedikit gangguan tidur.
·
Manuver pereda tekanan harus dipilih
untuk klien independen. Individu dapat disediakan jam penunjuk waktu, atau
iklan televise membantu dalam mengingatkan teknik peredaan tekanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar